Mujahadah Mendekati Allah
Saudaraku, salah satu nama Allah yang mulia adalah al–Qoriib, Allah yang Mahadekat. Nah, yang membuat manusia resah, gelisah, galau, dan tidak bahagia adalah karena ia banyak berharap kepada yang jauh, bukan kepada yang Mahadekat yaitu Allah SWT.
Di dalam al-Quran, Allah SWT berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. al-Baqarah [2]: 186).
Tapi dekatnya Allah, beda dengan dekatnya kita. Bagi Allah tidak ada jarak, tidak ada waktu, karena Dia pencipta jarak dan waktu. Kalau kita ingin tahu dekatnya seseorang dengan Allah, maka salah satu alat ukurnya adalah sejauh mana ia merasa Allah dekat dengannya.
Jadi, kalau kita merasa di mana Allah, merasa Allah tidak ada, berarti kitanya yang memang jauh dari-Nya. Tapi bagi orang-orang yang dekat dengan Allah, ia merasakan Allah SWT sedang bersamanya, mendengarkannya, mengetahui pikirannya, mengetahui isi hatinya, apa pun yang dilakukannya, baik yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi.
Jika kita tafakuri kondisi zaman saat ini yang sudah maju dengan teknologi, maka kita saksikan satelit yang berada jauh di ruang angkasa mampu merekam berbagai peristiwa di satu tempat dan membagikannya ke tempat lain. Kita pun mengenal CCTV yang ada di berbagai tempat, mampu merekam berbagai kejadian sehingga orang yang berada di tempat lain bisa menyaksikannya. Inilah teknologi hasil kecerdasan manusia.
Semua alat-alat perekam itu membuat manusia jadi lebih berhati-hati, takut tindak-tanduknya diketahui orang lain. Padahal, tidak perlu takut jika yang dilakukannya adalah kebenaran dan kebaikan.
Banyak manusia yang menjaga sikapnya karena tahu ada alat buatan manusia yang sedang menyorotnya. Namun, saat alat itu tidak ada, maka ia bersikap sekehendak hawa nafsunya. Padahal tidak demikian jika ia meyakini Allah Mahadekat. Orang yang berbuat kejahatan adalah karena ia tidak yakin kepada Allah, tidak yakin Allah senantiasa mendengar dan menyaksikan perbuatannya.
Lalu, bagaimana cara kita mendekat kepada Allah? kita harus riyadah, mujahadah untuk menaklukkan nafsu. Karena penghalang kita dengan Allah SWT itu sesungguhnya bukanlah jarak yang sesungguhnya. Tapi, kalahnya kita oleh nafsu, cintanya kita kepada duniawi, membuat kita jadi ‘berjarak’ dengan Allah SWT.
Kita senang memuaskan nafsu, jarak menjadi semakin jauh dengan Allah. Pemarah, mengumbar syahwat, itu juga menjadi penyebabnya. Jadi, jika kita ingin merasakan kedekatan dengan Allah, maka harus mengamalkan perintah Allah lahir dan batin.
Contoh, ketika kita bekerja, saat yang sama kita harus zuhud. Nah, zuhud ini membuat hati kita tidak megang kepada dunia, walau dunia ada dalam genggaman kita. Jadi, Islam tidak mengajarkan untuk tidak bekerja supaya hati tidak terikat ke dunia. Justru kita disuruh untuk bekerja, Rasulullah bahkan pernah mencium tangan sahabat yang kasar karena rajin bekerja, tapi disaat yang bersamaan hati harus zuhud. Nah, Ini yang susah.
Ada yang tidak punya harta karena malas. Ada juga yang punya harta tapi zuhud. Kita jemput dunia pakai tangan, tapi tidak dimasukan ke dalam hati, karena hati hanya untuk Allah SWT. Nafsu, marah, tapi kita tahan agar tidak zalim, hasilnya adalah adil.
Tidak boleh kebencian kita terhadap suatu kaum membuat kita zalim. Jika kita suatu saat harus masuk dalam kancah jihad, tapi tetap harus adil. Karena yang kita cari adalah keridhoan Allah, bukan kepuasan nafsu.
Mujahadah ini yang jarang dilakukan. Kita mau marah, marah saja. Iri, iri saja. Dengki, dengki saja. Ya sudah hasilnya jauh dari Allah, karena kita gagal dalam perjalanan menaklukan hawa nafsu.
Mujahdah menaklukkan hawa nafsu ini yang jarang dilakukan. Belajar agama, banyak. Saum banyak, tapi mujahadah melepaskan kedengkian, kebencian, ghibah, kesombongan, ujub, tidak banyak yang mau melakukannya. Makanya sering kita lihat orang bicara ilmu agama, tapi akhlaknya tidak sesuai dengan yang dibicarakan, itu karena dia kurang mujahadahnya dalam mendekati Allah. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa yakin bahwa Allah Mahadekat, sehingga sikap kita selalu terjaga, jauh dari perbuatan maksiat dan dosa. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamin. (KH. Abdullah Gymnastiar)