Memuji Allah Ta’ala
Mengingat Allah dengan memujinya adalah salah satu kunci menjadi pribadi yang pandai bersyukur. Seperti sebuah keterangan yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Zikir yang paling utama adalah laa ilaha illallah dan doa yang paling utama adalah alhamdulillah.” (HR. Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).
Basahkanlah lisan kita dengan zikir dan doa memuji Allah Ta’ala. Tiada satu pun perbuatan Allah kecuali pasti kebaikan. Tidak ada sekecil apa pun ketetapannya kecuali pasti ada hikmahnya. Tidak ada peristiwa yang terjadi kecuali atas izin Allah dan semuanya itu tidak ada yang sia-sia. Latihlah lisan kita untuk senantiasa spontan memuji Allah setiap kali menyaksikan suatu peristiwa yang menakjubkan. Sesederhana apa pun peristiwa tersebut.
Demikian juga manakala kita menghadapi kenyataan hidup. Biasakan ucapan alhamdulillah atas apa pun kenyataan yang kita hadapi, baik itu sesuatu yang menurut kita kemudahan maupun kesulitan. Setiap menemui kemudahan maka pujilah Allah sebagai Zat yang Maha Memiliki dan Maha Memberi. Tidak mungkin kemudahan itu terjadi kecuali atas izinnya.
Demikian juga dengan kesulitan yang kita hadapi, jika kita renungi lebih dalam kesulitan tersebut adalah karunia yang perlu disyukuri. Karena dengan kesulitan kita mampu menemukan kesempatan untuk mengevaluasi diri. Juga dengan adanya kesulitan kita dipaksa menobati kelalaian yang boleh jadi kita lakukan secara sadar maupun tidak. Kesempatan untuk introspeksi dan memperbaiki diri adalah kesempatan yang amat berharga dari Allah. Karena artinya Allah sedang menyapa kita dengan kasih sayang supaya kita istiqamah berpegang teguh kepada-Nya.
Salah satu asma Allah adalah al–Hamid atau Zat yang Maha Terpuji. Kata yang terangkai dengan tiga huruf ini memiliki arti terpuji, dan lawan dari tercela. Muhammad adalah nama yang memiliki rangkaian tiga huruf tersebut dan berarti orang yang diciptakan Allah tidak memiliki cela.
Nama al–Hamid terulang sebanyak 17 kali di dalam al-Quran. Sepuluh di antaranya berdampingan dengan asma Allah yang lain yaitu al–Ghani, Allah yang Mahakaya. Dari hal ini dipahami bahwa Allah Maha Terpuji namun segala pujian dari makhluk kepada Allah tidaklah berpengaruh apa pun bagi-Nya. Jadi, jika kita memuji Allah maka kebaikannya hanya kembali kepada kita saja. Tidak bertambah keagungan Allah karena pujian kita. Juga tidak berkurang keagungan Allah karena kedurhakaannya makhluk-Nya.
Kalimat tahmid adalah ekspresi rasa syukur kita kepada Allah Ta’ala. Hati yang sangat yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu lagi Maha Terpuji, sehingga semakin kita bersyukur memuji kepada Allah maka kita semakin beruntung. Jika kita kufur kepada-Nya maka Allah tidaklah rugi; yang rugi adalah diri kita sendiri disebabkan kekurangan kita kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗوَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖ ۚ
وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ ﴿لقمان : ۱۲
“Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu, ‘Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.’” (QS. Luqman [31]: 12). (KH. Abdullah Gymnastiar)