Membedah Kepemimpinan
Terkait kepemimpinan, saya teringat pada satu hadis. Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan terkait hal ini dalam kitabnya, Muqaddimah. Beliau mengatakan bahwa karena hati bagi segenap anggota tubuh laksana raja atau pemimpin yang mengatur bala tentaranya, maka semua perbuatan berasal darinya dan perintahnya. Dia bebas menggunakan sesuai keinginan, seingga semuanya berada di bawah kekuasaan dan perintahnya. Dialah yang menyebabkan keistiqamahan, kesehatan, kekuatan, keyakinan, dan kelemahan tekad akan mengikutinya.
Nah, efektivitas kepemimpinan seseorang ternyata diukur dari seberapa besar pengaruhnya untuk mengajak orang lain berbuat atau melakukan tindakan; untuk mencapai tujuan bersama. Apabila seseorang memiliki kepemimpinan sangat kuat luar biasa, maka pengaruhnya itu akan besar. Pengaruhnya akan menerpa serta menembus batas wilayah, batas usia, bahkan batas ruang dan waktu, seperti halnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Kehidupannya telah berlalu namun karena luar biasa kepemimpinannya, pengorbanannya, dan perjuangannya agar umat bisa selamat sehingga pengaruhnya bisa tembus sampai empat belas abad kemudian. Sampai sekarang kita mengikuti sunnah dari Rasulullah. Kita masih mempelajari kisah kehidupannya. Kita ingin mengikuti apa yang sudah diamalkan dan apa-apa yang sudah dicontohkan olehnya.
Faktor Lemahnya Kepemimpinan
Kepemimpinan atau pengaruh kepemimpinan itu akan muncul jika ada beberapa faktor. Ada yang lemah dan ada yang kuat. Pertama, faktor yang menyebabkan kelemahan kepemimpinan adalah jika seseorang itu diikuti karena ia memiliki harta atau pun uang yang banyak. Tentu saja seseorang yang memiliki harta dan uang banyak ini diikutinya oleh orang-orang yang sebatas pemikirannya itu memikirkan uang. Biasanya ada transaksi antara apa yang dilakukan, apa yang dikerjakan, dengan apa yang didapatkan secara finansial. Jika pemimpin sudah tidak lagi memiliki harta dan kekayaan, maka berhenti pula pengaruhnya.
Kedua, faktor kelemahan kepemimpinan biasanya pemimpin itu diikuti karena mempunyai kekuasaan. Pemimpin seperti ini memiliki penetapan atau pun kadang diangkat oleh komunitasnya, diangkat oleh warganya, atau oleh penduduknya. Sehingga seorang presiden, seorang menteri, seorang gubernur, seorang walikota, itu pemimpin yang dibangun atas penetapan.
Lalu, apakah kepemimpinan itu mengajarkan kebaikan atau keburukan tergantung dari kualifikasi pemimpin tersebut, memenuhi syarat atau tidak. Kalau tidak memenuhi syarat maka kepemimpinannya hanya berdasarkan kekuasaan. Ketika masa penetapan kekuasaannya selesai, masyarakat pun akan berhenti mengikutinya. Karena selama menjabat faktor kepemimpinannya hanya berdasarkan kekuasaan, bukan dorongan untuk mengajak pada kebaikan. (Gatot Kunta Kumara, Ketua Yayasan Daarut Tauhiid)
ket: ilustrasi foto diambil saat sebelum pandemi