Kepemimpinan dalam Islam
Saudaraku, kepemimpinan sangat besar kedudukannya di dalam Islam. Sampai-sampai Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam mengajarkan jika kita melakukan perjalanan meski hanya berdua atau bertiga tetap wajib diangkat salah seorangnya sebagai pemimpin perjalanan. Padahal hanya satu perjalanan, namun Nabi Muhammad memberi perhatian dengan mengajarkan kepada kita untuk mengangkat seorang pemimpin. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan seorang pemimpin dalam hidup seorang muslim.
Nabi Muhammad pernah bersabda, “Jika tiga orang dari kalian melakukan safar (perjalanan), maka hendaklah mengangkat salah satunya sebagai amir (pemimpin).” (HR. Abu Daud).
Begitu banyak dimensi kehidupan kita sehari-hari yang memperlihatkan betapa kepemimpinan adalah suatu hal yang penting dan perlu. Sewaktu sekolah, di kelas kita punya ketua kelas. Ada kepala sekolah dan juga wali kelas. Kalau upacara bendera tentu ada juga pemimpin upacara. Di rumah ada pula kepala keluarga. Di luar rumah ada ketua RW, ada juga ketua ketua RT. Begitu seterusnya sampai lingkungan yang lebih besar. Selalu ada pemimpin.
Dalam salat pun demikian, akan selalu ada imam. Di masjid ada juga ketua DKM. Bahkan dalam urusan kejahatan pun sekelompok pencuri pasti ada pentolannya. Sindikat narkoba pasti memiliki bosnya.
Oleh karena itu, kepemimpinan adalah urusan yang begitu penting dalam Islam. Agama memiliki pedoman bagi kita dalam urusan ini karena kehidupan kaum muslimin begitu kompleks. Baik itu urusan pelaksanaan ibadah, urusan muamalah, urusan pendidikan dan sosial, lingkungan hidupnya, dan lain sebagainya.
Bagi kita kaum muslimin tidak ada yang bisa memahami urusan kita kecuali orang yang satu akidah dengan kita. Tidak ada orang yang bisa memahami urusan hidup orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya kecuali orang yang sama-sama beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Bagaimana bisa urusan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya diurusi oleh orang yang tidak pernah salat; tidak pernah meyakini Allah atau pangkalnya dia tidak bersyahadat atas Allah dan rasul-Nya.
Kepemimpinan dalam Islam bukanlah masalah pertimbangan suku, bangsa, bahasa, ras. Melainkan masalah akidah. Dan ini adalah sesuatu yang sangat manusiawi sesuai dengan hak asasi manusia, yang mana seorang memiliki kebebasan dalam memilih pemimpinnya. Kita pun tidak mempermasalahkan jika non muslim memilih pemimpin yang sama agamanya dengan mereka. Demikian juga kaum muslimin memiliki hak memilih pemimpin yang sama akidah dengan mereka. Ini sungguh hal yang lumrah dan manusiawi.
Kepemimpinan adalah amanah dari Allah Ta’ala yang kelak pasti akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya. Kepemimpinan sesungguhnya bukanlah hal yang memikat, sehingga pantas untuk didamba-damba, diharapkan, apalagi dikejar-kejar. Karena manakala amanah itu jatuh di tangan kita, maka tanggung jawab besar sedang kita pikul.
Kepemimpinan juga bukan ajang untuk pamer kekuasaan. Bukan pula kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga. Rasulullah beserta para sahabatnya menunjukkan bahwa kepemimpinan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, yakni dengan jalan membaktikan dirinya bahkan hidupnya bagi kepentingan umat. (KH. Abdullah Gymnastiar)