Kenangan Kuliah sembari Menghafal di Baitul Quran DT
Ini adalah kesempatan pertama untukku hidup di luar Bekasi. Ketika itu aku mendapatkan informasi dinyatakan lulus SBMPTN di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Setelah sharing sana-sini, seseorang menyarankan untuk berkuliah sambil jadi santri di Daarut Tauhiid (DT). Mereka bilang ini pesantrennya Aa Gym. Siapa Aa Gym? Batinku bertanya-tanya kala itu.
Ada dua program yang bisa dipilih untuk mahasiswa, yaitu Program Tahfiz dan Pesantren Mahasiswa. Pikirku, kuliah di jurusan yang aku pilih saat ini, tidak terlalu sibuk sehingga akan memiliki banyak waktu luang. Maka kuliah sambil menghafal rasanya akan mudah dilalui. “Toh, aku juga pernah menghafal waktu itu,” ujarku dalam hati. Tanpa berpikir panjang, aku mendaftarkan diri sebagai santri Tahfiz Quran Mahasiswa, Baitul Quran DT.
Di program ini, peserta didik diajarkan untuk menjalankan hidup sederhana dengan bergantung penuh pada kebesaran Allah. Peserta didik dibimbing untuk menjadi penghafal Quran yang mampu mengamalkan apa yang telah dihafalkannya. Bahkan, Aa Gym beberapa kali mengingatkan untuk tidak menjadikan banyaknya hafalan sebagai tujuan utama, melainkan bagaimana setiap ayat yang sudah melekat dapat diamalkan, baik dengan lisan atau perbuatan.
“Bukan banyaknya hafalan yang jadi acuan, tapi seberapa banyak ayat yang sudah diamalkan,” kata Aa Gym pada beberapa pertemuan yang diselenggarakan khusus untuk santri Baitul Quran di aula Masjid DT.
Amanah Mulia
Sebagai santri penghafal Quran, aku merasa ada sebuah amanah besar yang melekat padaku, bahkan pada syal yang aku kenakan. Di DT, setiap santri diwajibkan mengenakan syal dengan warna yang disesuaikan dengan program yang diambil. Santri tahfiz diwajibkan menggunakan syal berwarna biru agak tua.
“Santri penghafal Quran itu paling tinggi di Daarut Tauhiid. Makanya kalau saudara berbuat salah, aneh. Padahal ngafalin Quran. Makin banyak hafalannya, kalau berbuat salah makin tercoreng,” tutur Aa Gym saat pelepasan wisudawan Khotmil Quran di aula Masjid DT tahun 2018.
Benar saja, santri tahfiz menjadi sorotan. Setiap langkahnya diperhatikan jamaah. Terlebih, kami sering berada di masjid untuk kegiatan-kegiatan Qurani. Maka dari sana, Aa Gym mengingatkan kami agar lebih memperhatikan sikap dan perilaku. Di Baitul Quran bukan hanya bacaan al-Quran santri yang diperhatikan, namun akhlak juga jadi perhatian.
Aktivitas Santri Tahfiz
Sebagai santri tahfiz, kami memiliki jadwal rutin yang terstruktur. Dimulai dari bangun pagi pukul 02.30 WIB, dilanjutkan dengan salat tahajud berjamaah dan membaca surah pilihan secara bersama-sama pula. Setelah itu, kami melanjutkan salat tahajud sendiri-sendiri sambil murojaah hafalan.
Aktivitas kemudian dilanjutkan, selepas subuh untuk mendengarkan kajian rutin di masjid hingga pukul 6 pagi. Kemudian, para santri berkumpul untuk setoran di kelompoknya masing-masing hingga pukul 8 pagi. Setelah itu, para santri melakukan aktivitas mandiri hingga menjelang sore. Saat spare waktu kosong tersebut, para santri menggunakannya untuk kuliah atau mengerjakan tugas. Bagaimana jika kuliah jam 7 pagi? Santri boleh izin untuk meninggalkan kelompok lebih awal.
Ketika sore, para santri berkumpul kembali di kelompok masing-masing untuk setoran hafalan baru atau disebut ziyadah. Para asatiz (sebutan untuk guru yang menerima setoran) memilih tempat strategis untuk kelompoknya, kami tersebar di berbagai tempat. Ada yang memilih di masjid lantai 2, lantai 3, balkon masjid, juga di asrama.
Saat itulah, Aa Gym sering mengunjungi asrama untuk sekadar menengok santri. Dengan gaya khasnya, ia masuk ke pagar dan berdiri di lapangan, lalu memanggil santri. Kami dengan segera dan antusias berkumpul di lokasi tersebut. Di sana, beberapa pesan disampaikan Aa Gym kepada kami untuk menyadarkan kembali betapa mulianya amanah yang sedang kami emban sebagai seorang penghafal Quran, keluarga Allah di dunia.
Entah mengapa lewat pertemuan singkat yang Aa Gym sempatkan untuk menyapa kami, kedekatan terbangun. Ia memang tak mengenalku secara utuh, namun aku merasa ada batin yang terikat sehingga tiap tuturannya seakan sesuai dengan hal yang aku butuhkan ketika itu.
Misalkan, saat Aa Gym menyampaikan tema tentang keluarga. Pas sekali, aku sedang merindukan keluarga. Kesempatan lain, saat ia menyampaikan tema tentang pentingnya mengabaikan penilaian makhluk dan berfokus pada penilaian Allah. Pada saat itu pula aku sedang mengalami hati yang terluka karena ujaran seseorang. Masya Allah. Entah energi apa yang ia adukan pada Sang Pencipta, tapi kehadirannya selalu dirindukan. Semoga Aa Gym selalu dalam lindungan Allah dan diistiqamahkan dalam kebaikan.
“Salah satu jalan meraih kemuliaan dari Allah yaitu al-Quranul karim. Tiada sesuatu yang di dalamnya terdapat al-Quran melainkan sesuatu itu menjadi yang terbaik dan mulia. Al-Quran turun kepada Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad menjadi nabi yang paling mulia. Dibawa oleh malaikat Jibril, malaikat Jibril menjadi malaikat yang paling mulia. Al-Quran diturunkan pada Bulan Ramadan, bulan tersebut menjadi bulan yang paling mulia. Diturunkan di Kota Mekah dan Madinah, Mekah dan Madinah menjadi tempat paling mulia. Bahkan selembar kertas yang awalnya tak bermakna menjadi mulia dan harus dijaga jika termaktub ayat-ayat Quran. Al-Quran adalah kalam Allah yang Maha Mulia,” nasihat Ustaz Sigit Bayu, Ketua Baitul Quran DT pada suatu waktu. (Fakhria Nabila Ghisani, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI)