Gampang Mengeluh karena Lemah Iman
Saudaraku, mari kita senantiasa introspeksi diri, masihkah kita termasuk orang yang mudah berkeluh kesah ketika berjumpa dengan kenyataan yang tidak sesuai harapan? Masihkah kita mudah berkeluh kesah manakala merasakan kecewa? Masihkah kita lebih ringan menggerutu daripada berzikir menyebut asma Allah manakala kecewa? Mengadu kepada manusia ataukah mengadu kepada Allah yang lebih dahulu dan lebih banyak kita lakukan, manakala kejadian yang kita hadapi tidak sesuai keinginan?
Saudaraku, penting bagi kita untuk terus memeriksa diri. Mengapa? Karena mudah berkeluh kesah adalah tanda-tanda kita masih lemah iman kepada Allah. Orang yang lemah imannya akan mudah sekali goyah, cemas, gelisah, dan galau meski hanya ditiup masalah yang ringan. Orang yang lemah iman akan mudah sekali bersikap reaktif terhadap berita yang sampai kepadanya, padahal belum tentu berita tersebut benar. Sikap seperti ini tentu sangat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Sedangkan orang yang memiliki keimanan kuat kepada Allah, maka dirinya akan lebih tenang dan lebih terampil mengendalikan dirinya sendiri. Karena orang yang imannya kuat kepada Allah, ia senantiasa ingat dan sadar bahwa tidak ada perbuatan Allah yang buruk. Setiap ketetapannya pasti kebaikan. Ia pun akan tetap ingat dan sadar bahwa masalah sebesar apapun, itu mutlak terjadi atas izin Allah, dan hanya Allah pula yang Maha Memiliki jalan keluarnya. Sehingga ia akan tetap kuat hati, ajeg, dan tenang.
Allah SWT berfirman, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’du [13]: 28).
Apakah yang paling berharga di dunia ini? Tiada lain ketenteraman dan ketenangan hati. Jika ditanya, di manakah surga dunia itu? Jawabannya adalah di dalam hati yang tenteram. Hati yang tetap ajeg, kuat dan tenang meski menghadapi keadaan seperti apapun. Dipuji atau dicaci tiada bedanya, tetap tenang. Ada uang atau tidak ada uang, tetap tenteram saja. Sehat atau sakit, tetap mantap saja. Sungguh beruntung orang yang memiliki kualitas hati seperti demikian.
Inilah sebenarnya orang yang memiliki surga dunia. Orang yang meski menghadapi berbagai gejolak dunia, hatinya tetap tenteram, tetap tenang. Karena ketenangan hati tiada pernah bisa terbeli oleh uang, jabatan, harta atau rupa. Betapa banyak orang yang berlimpah hartanya, mentereng jabatannya, tapi tak ada tenang di dalam hatinya. Hatinya dipenuhi resah, gelisah, takut, dan cemas. Jika sudah demikian, maka apa yang ia miliki tiada berguna lagi.
Dengan kata lain, memiliki apapun, ingat pada apapun, sedang mengurusi apapun, tetaplah ingat kepada Allah SWT, niscaya hati menjadi kokoh, kuat, tenang dan tenteram jauh dari rasa putus asa, buruk sangka dan pesimis. Inilah sumber kebahagiaan. Banyak atau sedikit yang dimiliki dari dunia ini, asal hati tenang dan bahagia dengan ingat kepada Allah, maka cukuplah sudah.
Harta yang berlimpah, tidak akan menjamin ketenangan. Jabatan yang tinggi, bukan jaminan ketenteraman. Popularitas yang besar, bukan sumber kebahagiaan. Malah semua itu bisa berbalik menjadi sumber kegelisahan dan malapetaka, kalau hati tidak bersandar kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Memiliki segala-galanya.
Betapa banyak orang yang sudah Allah karuniai berbagai macam karunia kenikmatan, namun dia tetap saja berkeluh kesah. Dia mengeluh hartanya kurang, mobilnya kurang bagus, rumahnya kurang luas, jabatannya kurang tinggi, anaknya begini dan begitu. Dia lalai untuk mensyukuri semua karunia tersebut. Padahal di tempat lain banyak orang yang jangankan sebuah rumah, pakaian sehari-hari pun sering bingung mencari gantinya. Jangankan mobil mewah, untuk makan esok hari pun belum terbayang dari mana.
Inilah tanda-tanda dari kelemahan iman. Orang yang mudah berkeluh kesah itu menandakan dirinya kurang yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Ia kurang yakin bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Memberi. Ia kurang yakin bahwa Allah Mahaadil lagi Maha Bijaksana. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang demikian. (KH. Abdullah Gymnastiar)