Ketika Musibah adalah Peringatan
Musibah menjadi peringatan bagi orang-orang yang meyakini Allah sebagai Rabb-nya, akan tetapi keyakinannya tidaklah kuat. Lisannya berikrar syahadatain, tubuhnya menjalankan salat, tetapi hatinya mudah sekali goyah dan terbawa godaan syaitan. Sehingga ia pun mudah begitu saja terbawa kemaksiatan. Lisannya mudah saja melontarkan ucapan kotor, akrab dengan ghibah dan fitnah. Bagi orang-orang seperti ini, musibah yang datang merupakan peringatan agar ia kembali kepada Allah dan memperkuat keimanan kepada-Nya.
Allah SWT berfirman, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Ruum [30]: 41).
Saudaraku, sangat mungkin iman kita masih rapuh, sangat mungkin hati kita masih mudah goyah tergoda oleh perhiasan dunia, sehingga lebih mendahulukan kesenangan dunia daripada kesenangan akhirat. Maka, betapa besarnya kasih sayang Allah kepada kita manakala suatu musibah datang menimpa. Karena artinya Allah sedang memperhatikan kita, dan sedang mengingatkan kita untuk memohon ampunan kepada-Nya atas kelalaian kita, sehingga kita bisa kembali mendekat dengan-Nya. Masya Allah!
Tidakkah kita melihat hikmah yang indah ini? Kita adalah makhluk yang mudah sekali terjerumus pada kesalahan dan berselimut dosa. Namun, selalu terbentang jalan yang luas bagi kita untuk bertobat selama belum tiba hari kiamat. Allah SWT mustahil zalim terhadap makhluk-Nya, sehingga berbagai keburukan yang terjadi pada diri kita itu adalah buah dari keburukan kita sendiri.
Karena Allah berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syuraa [42]: 30).
Saudaraku, sesungguhnya Allah SWT sangat ingin kita, hamba-hamba-Nya, hidup selamat dan bahagia di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Allah turunkan al-Quran secara sempurna, dan Allah utus pula para nabi dan rasul untuk secara langsung membimbing kita ke jalan yang Ia ridai. Allah jelaskan mana yang halal dan haram. Allah terangkan pula mana amal-amal yang mengantarkan kepada kebahagiaan, dan mana amal-amal yang mengundang datangnya kesengsaraan.
Allah memerintahkan kita untuk tidak berbuat zalim, untuk membantu sesama dan menjauhkan diri dari perbuatan aniaya, baik itu terhadap manusia, binatang maupun alam. Semua itu adalah untuk kebaikan dan keselamatan kita sendiri, karena kebaikan akan kembali kepada pelakunya. Namun, demikian juga sebaliknya, keburukan pun kembali kepada pelakunya.
Maka, ketika ada musibah, kepahitan menimpa kita, hal terpenting yang harus dilakukan adalah memeriksa ke dalam diri dan bertanya, dosa apa yang sudah kita lakukan dan belum ditobati. Demikian juga ketika ada bencana yang terjadi di sekitar kita atau bahkan menimpa kita, periksalah barangkali selama ini kita sudah zalim namun terlanjur dianggap biasa.
Karena musibah adalah sarana pengingat bagi kita atas dosa-dosa apa saja yang telah kita lakukan. Kelalaian seperti apa yang sudah kita perbuat dan belum kita tobati. Penting bagi kita untuk selalu peka membaca tanda-tanda ketika musibah terjadi. Betul bahwa banyak sekali sebab-sebab yang memicul suatu musibah terjadi, namun yang seringkali kita baca hanyalah sebab-sebab di permukaan saja. Padahal hakikatnya tiada yang bisa mengizinkan sesuatu terjadi di alam semesta ini kecuali Allah SWT.
Oleh sebab itu, orang yang lemah imannya tidak jarang lebih sibuk mempelajari sebab-sebab musibah di luar dirinya. Lebih sibuk mengikuti logika akal pikirannya, mengandalkan ilmunya yang tidak seberapa banyak. Padahal ada yang lebih utama dan lebih prioritas untuk dipelajari terlebih dahulu, yaitu kesalahan dirinya sendiri. Inilah hal pertama yang penting untuk diperhatikan dan diperbaiki.
Allah SWT berfirman, “Dan di antara manusia ada orang yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah,’ maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah besertamu.’ Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” (QS. al-Ankabut [29]: 10).
Orang yang lemah imannya, akan mudah sekali mencari ‘kambing hitam’ dari musibah yang menimpanya. Sibuk menyalahkan ini itu ketimbang mencari kesalahan di dalam dirinya. Orang yang lemah imannya juga mudah sekali berburuk sangka kepada Allah SWT. Mendapat musibah sedikit saja, ia begitu mudah menganggap bahwa Allah tidak menyayanginya. Padahal musibah adalah salah satu cara Allah mengingatkan dirinya bahwa ada Allah Yang Mahadekat.
Sungguh Allah sangat menyayangi orang-orang yang mengakui-Nya sebagai Rabb dan menyembah-Nya. Karena demikianlah memang tujuan dari penciptaan kita, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu, jika ada di antara hamba-hamba-Nya yang masih lemah imannya, maka Allah akan berikan peringatan dengan banyak cara sebagai petunjuk.
Dan, tidaklah semata-mata Allah turunkan musibah kepada kita melainkan ada maksud yang agung di dalamnya. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi). (KH. Abdullah Gymnastiar)