Pahlawan dalam Islam

Sahabatku sekalian hari ini 10 November, di Indonesia diperingati sebagai Hari Pahlawan. Pahlawan itu ada yang menyebutkan “pahalawan” yaitu orang-orang yang berhak mendapatkan pahala. Sedangkan pahala itu hanya diberikan kepada orang yang menjadikan aktivitasnya menjadi amal saleh. Syarat amal itu dua, niatnya ikhlas lillahita’ala dan caranya benar. Barulah ia disebut pahalawan.

Kita sering berbuat amal tapi kalau salah alamat, salah niat tidak akan sampai kepada Allah Ta’ala. Ia berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ ﴿١٦٢

Artinya: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.’” (QS. al-An’am [6]: 162).

Ada hal yang penting sekali dalam berjuang di hidup ini, yaitu pahlawan tidak harus selalu terkenal. Disebutkan dalam hadis sahih, bagaimana seorang mujahid yang berperang sampai meninggal dunia, dan dia merasa ini karena Allah Ta’ala, tapi di sisi Allah tidak diterima. Karena niat berjuangnya itu ingin dianggap sebagai orang yang berani, seorang pejuang. Dan dia salah alamat dari awal, alamatnya bukan lillahita’ala melainkan pujian, pengakuan, dan penghargaan orang. Nah, di dalam Islam hal-hal seperti ini tidak bisa disebut pahlawan, tidak syahid, karena dia niatnya salah.

Para pejuang tidak mempunyai waktu jam juang, waktu juangnya adalah 24 jam. Seluruh waktu kita adalah aset kita, peluang kita dalam beramal saleh. Berapa banyak yang hari ini beramal dan besoknya tidak lagi beramal. Oleh karena itu jangan batasi waktu dalam beramal. Kita pun harus menilai diri kita, mengevaluasi diri, apakah perjuangan kita ada nilainya di sisi Allah Ta’ala atau tidak.

Ada tiga waktu mengevaluasi alamat (niat) yaitu di awal, di tengah, dan di akhir. Periksalah niat di awal, evaluasi di tengah, luruskan kembali niatnya. Dan hingga akhir evaluasi niatnya, apakah lillahita’ala atau tidak. Terus periksa karena Allah Ta’ala mengawasi hati kita. Allah tahu kita sedang mengevaluasi, nanti Allah SWT yang menggerakkan orang lain mengoreksi kita, meluruskan kita dan ini bagian karunia Allah.

Tidak hanya alamat, tapi juga caranya harus benar. Ciri amal kita yang benar dan diterima Allah adalah rasa tenang, menikmati melakukan amal tersebut. Contoh sedekah kita niat lillahita’ala, dan caranya benar maka hati kita akan dibuat tenteram, bahagia dan menikmati amal tersebut. Tidak ingin diketahui orang, karena sesungguhnya Allah SWT melihat hati kita.

Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِـنْ يَنْظُرُ إِلَى قُــــلُوبِكُمْ وَأَعْمَــالِكُمْ

Artinya: “Sungguh Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, melainkan melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).

Bangsa ini bisa lahir syariatnya karena pengorbanan para pejuang. Lalu, siapakah pejuang dalam hidup kita? Ia adalah orangtua. Nikmat pertama kita adalah nikmat penciptaan. Dalam penciptaan kita ada perjuangan berat orangtua, makanya selalu doakan:

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَالِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, dan dosa kedua orangtuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku pada waktu aku kecil.”

Memang orangtua kita tidak ada yang sempurna, tapi jangan sampai kita melupakan perjuangan dan pengorbanannya. Jangan jadi zalim, dan boleh jadi kekurangan atau kesalahan orangtua itu versi kita. Bukan kekurangan sebenarnya dalam pandangan Allah Ta’ala.

Nikmat kedua adalah nikmat pengurusan. Hakikatnya Allah Ta’ala yang mengurus, syariatnya ada orang-orang yang dikirim Allah untuk mengurus kita. Siapa yang mengurus kita selama ini, beliaulah pahlawan kita.

Nikmat ketiga adalah nikmat hidayah. Kita menjadi Islam, mempunyai iman, jalannya dari siapa? Harusnya kita pikirkan siapa yang menjadi jalan kita beriman, mengenal dan mengabdi kepada Allah SWT. Bisa membersihkan ketauhidan kita dari kemusyrikan. Ini juga pahlawan kita.

Ada kalanya kita mendapatkan sebuah nikmat dunia, dan kita harus bersyukur. Ada pun yang harus lebih kita syukuri selain datangnya nikmat dunia adalah jalan kita tidak diperbudak nikmat dunia ini. Mari kita selalu memeriksa dan mengevaluasi niat di balik semua aktivitas. Karena kalau niatnya salah, tidak bisa jadi bekal pulang. Sering-seringlah bertafakur, mengingat pahlawan dalam hidup kita karena ini bisa melembutkan hati. Semoga bermanfaat.

(Kajian MQ Pagi, Selasa 10 November 2020)