Bagaimana Rasulullah Berderma?

Nabi Muhammad saw merupakan sosok ideal bagi umat Islam. Semua umat manusia pun mengakui kebesaran dan kemuliaan Nabi Islam ini. Bahkan kalangan orientalis di dunia Barat banyak yang mengkaji dan membenarkan Muhammad saw sebagai manusia besar. Kebesarannya itu tidak lain karena beliau memang sosok yang diciptakan Allah agar menjadi teladan dan membawa keberkahan serta keselamatan hidup seluruh umat manusia.

Perilaku hidupnya, menurut Aisyah binti Abu Bakar yang menjadi istri Rasulullah, saat ditanya para sahabat tentang akhlak Rasulullah mengatakan, akhlak Rasulullah saw adalah al-Quran yang berjalan. Sebab semua perilaku hidupnya tidak lepas dari tuntunan Ilahi atau wahyu (al-Quran).

Mengenai fisiknya, Anas bin Malik berkata, “Warna kulit Rasulullah saw bersinar dan keringatnya seperti mutiara. Jika berjalan, beliau sedikit bergoyang (tegap). Aku belum pernah menyentuh pakaian sutra atau kain sutra yang lebih halus daripada telapak tangan Rasulullah. Aku juga belum pernah mencium minyak kesturi atau pun anbar yang lebih wangi daripada bau badan Nabi saw.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Dari aspek ibadahnya, an-Nasaai dan ad-Darimi meriwayatkan dari Abdullah bin Aufa, ”Sesungguhnya Rasulullah banyak berzikir, sedikit mengobrol, melamakan salat, memendekkan khutbah, dan tidak menganggap rendah berjalan bersama janda dan orang miskin agar dia dapat memenuhi kebutuhan mereka.”

Rasulullah juga dikenal paling baik dalam memperlakukan istri-istrinya. Beliau tak pernah membentak dan memukul istri-istrinya. Bahkan untuk urusan menjahit baju robek dan memperbaiki sandal pun dilakukannya sendiri. Meskipun dalam hidupnya banyak mengalami derita dan penentangan dari musuh-musuh Islam, tapi Rasulullah saw tetap tegar, dan bahkan tak sungkan untuk memberikan maaf pada mereka yang berusaha membunuhnya.

Karena kemuliaan dan kebesaran jiwanya itu, Allah menjadikan beliau sebagai manusia sempurna yang pantas diteladani umat Islam. Dalam al-Quran surat al-Ahzab [33] ayat 21, Allah SWT berfirman, “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”

Kedermawanan Rasulullah
Selain aspek perilaku hidup dan ibadah Rasulullah saw, sisi kedermawanan atau ibadah sosial dan perilakunya terhadap dhuafa juga penting untuk diteladani. Abdul Badi Shaqr dalam kitab Mukhtar Al-Hasan Wa Al-Shahih Min Al-Hadits Al-Syarief, bab akhlaq (terbitan Al-Maktab Al-Islami, Beirut, tahun1391 H), mencatat beberapa hadis yang berkaitan tentang kedermawanan Nabi Muhammad Rasulullah saw.

Dari Uqbah bin Al-Harits berkata, “Aku pernah salat berjamaah di belakang Nabi saw di Madinah. Setelah Nabi mengucapkan salam, beliau berdiri secara terburu-buru. Beliau melintasi pundak orang banyak dan segera bergegas menuju kamar salah seorang istrinya. Kemudian Nabi saw kembali ke masjid, dan melihat orang-orang terheran-heran pada sikapnya setelah salat. Nabi bersabda, ‘Aku teringat pada uang emas yang ada padaku. Aku tidak senang jika ia menahanku. Lalu, aku pun menyuruh agar emas itu segera dibagikan.’” (HR. Bukhari).

Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, “Setiap muslim yang menanam tanaman. Lalu tanaman itu dimakan oleh manusia, burung, atau binatang ternak, ia menjadi sedekah baginya.” (HR.Bukhari dan Muslim). Dari Abu Hurairah, Muhammad saw bersabda, “Seandainya aku memiliki emas (yang banyaknya) seperti Gunung Uhud, aku merasa senang, jika tidak berlalu dariku tiga hari kecuali yang tersisa dari emas itu hanya sedikit, yang aku sisihkan untuk bayar utang.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Allah Taala berfirman (dalam hadis qudsi),’berdermalah wahai anak Adam kepada fakir miskin, niscaya Aku (Allah) akan berderma kepadamu.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Abu Hurairah berkata, “Aku pernah menyertai Rasulullah masuk ke rumahnya, lalu beliau mendapatkan susu dalam mangkuk. Kemudian beliau berkata, ‘Wahai Aba Harr (Abu Hurairah), temuilah ahlussuffah untuk menemuiku.’ Maka aku pun mendatangi mereka dan menyampaikan untuk menemui Rasulullah. Mereka pun datang dan masuk ke rumah beliau dan minum susu bersama.” (HR. Bukhari).

Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah sangat memperhatikan orang-orang fakir atau dhuafa yang berada di sekitarnya. Sebab ahlussufah adalah kaum fakir dari kalangan muhajirin yang menetap di serambi Masjid Nabawi karena tak punya tempat tinggal di Madinah. Dikarenakan kondisinya yang fakir dan dhuafa, maka kebutuhan makan dan minum serta pakaiannya berasal dari Rasulullah saw.

Dari Mushab bin Saad berkata, ”Saad (ayahku) beranggapan bahwa dirinya memiliki kelebihan dari orang yang derajatnya di bawahnya dalam pembagian ghanimah. Lalu Rasulullah saw bersabda, ‘Bukankah kamu dikaruniai kemenangan dan diberi rezeki disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara kamu.’” (HR. Bukhari).

Selain yang telah disebutkan dalam beberapa hadis ini, dalam sejarah dikatakan bahwa Rasulullah mengumpulkan harta rampasan dan menghimpun zakat. Beliau menyuruh para sahabatnya untuk menjadi amil (pengelola zakat) dan memerintahkannya agar menjemput zakat pada setiap muslim yang memiliki rezeki berlebih. Kemudian membagi-bagikannya pada dhuafa atau fakir miskin.

Nabi Muhammad juga selalu memberikan keyakinan kepada para sahabat, bahwa sifat dermawan tidak akan menyebabkan diri menjadi miskin. Karena sesungguhnya kekayaan yang paling berharga adalah kekayaan yang dinafkahkan di jalan Allah SWT.

Itulah hal-hal yang telah dilakukan Rasulullah saw dalam hidupnya. Dan kita sebagai umat Islam seharusnya meneladani Nabi Muhammad, terutama dalam berderma untuk dhuafa dan fakir miskin. (daaruttauhiid)