Kampung Adat Cikondang, Merawat Warisan Masa Lalu
Tak perlu jauh-jauh ke Banten jika hendak melihat suatu masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat masa lalu. Ya, berjarak tidak jauh dari Kota Bandung, sekitar 38 kilometer, ada satu kampung layaknya Suku Baduy di Banten yang menerapkan gaya hidup anti modernitas. Namanya Kampung Adat Cikondang.
Secara administratif, kampung ini berada di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Adapun nama kampung diambil dari perpaduan dua kata bahasa Sunda, yakni cai/ci (sumber air) dan kondang (pohon kondang). Terletak di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut dengan topografi berbukit, membuat iklim di Kampung Adat Cikondang boleh dibilang sejuk menyegarkan.
Kampung Cagar Budaya
Sebagai kampung cagar budaya, konon Kampung Adat Cikondang telah ada pada abad ke-19. Kala itu, ada sekitar 40 rumah adat Sunda. Namun, pada tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang melahap habis perkampungan, dan hanya menyisakan satu rumah adat yang kini dinamakan Bumi Adat.
Arsitektur Bumi Adat sama sekali tidak berubah. Persis seperti pada pertama kali dibangun. Rumah tersebut dibangun dari bambu, baik itu dinding dan lantainya. Satu-satunya bagian yang bukan dari bambu adalah tiang penyangga rumah yang terbuat dari kayu. Adapun untuk menautkan bagian-bagian rumah, Bumi Adat menggunakan ijuk sebagai pengganti paku.
Selain Bumi Adat, perumahan di Kampung Adat Cikondang dibangun lebih bebas tidak menyerupai arsitektur Bumi Adat. Hanya saja setiap rumah harus menghadap ke utara sebagai penghormatan terhadap leluhur. Begitu pun posisinya lebih tinggi dibanding perumahan di sekitar Kampung Adat Cikondang.
Sarat Ritual Masa Lalu
Tidak hanya bentuk bangunan adat Sunda yang masih terjaga keasliannya, adat istiadat dan ritual penduduk Kampung Adat Cikondang pun masih mencerminkan leluhur mereka pada masa lalu. Ada banyak ritual dari leluhur yang hingga kini tetap dilestarikan.
Salah satu ritual adat utama di Kampung Adat Cikondang adalah ritual 15 Muharam. Ritual ini merupakan serangkaian upacara untuk menyambut dan memperingati adat penutup (wuku taun) dan pembuka tahun (magap taun). Muharam sebagai bulan pertama dalam penanggalan Islam dijadikan momentum berkumpulnya seluruh penduduk kampung, sembari mereka menghaturkan doa bersama dan rasa syukur atas datangnya tahun baru.
Ritual ini dimulai sejak tanggal 1 hingga 14 Muharam, berupa persiapan untuk acara puncak pada 15 Muharam. Seluruh penduduk kampung turut serta menyiapkan segala jenis makanan tradisional yang akan dihidangkan pada 15 Muharam. Ada yang menumbuk beras menggunakan lisung, ada juga yang meracik dan memasak makanan tradisional seperti nasi kuning dan tumpeng, sup sayur ayam kampung, gorengan kasreng, goreng oncom, asin pepetek, tumis kentang, krupuk kemplang bereum, dan cabe gendot bumbu. Beragam penganan tradisional seperti opak, raginang, klontong, teng-teng, dan ampeang pun ada.
Tepat pada tanggal 15 Muharam, sebelum ditutup dengan doa dan makan bersama seluruh penduduk kampung, prosesi adat dimulai dengan pembersihan benda-benda pusaka seperti kris, pisau, golok, tombak, dan benda-benda keramat lainnya. Prosesi ini dilakukan ketika memasuki pergantiang hari dari tanggal 14 ke 15 Muharam, dan hanya keturunan leluhur dari Kampung Adat Cikondang saja yang diperbolehkan melakukannya.
Larangan dan Pantangan
Ada beberapa larangan serta pantangan yang dijalankan oleh penduduk Kampung Adat Cikondang. Misalnya, larangan menggunakan listrik dan segala macam peralatan elekronik seperti ponsel, televisi, radio, kulkas, mesin cuci, dan penanak nasi elektrik. Untuk penerangan, penduduk kampung masih memakai lampu minyak (cempor). Adapun untuk memasak, mereka menggunakan tungku tradisional (hawu).
Nilai-nilai kearifan lokal pun masih dijaga erat. Seperti pantangan berbicara keras karena dianggap tidak sopan. Tidak sembarangan membuang sampah dan hajat, termasuk kewajiban menyambut dan memuliakan tamu yang datang.
Bagi para pelancong atau mereka yang berkunjung ke Kampung Adat Cikondang, juga ada larangan dan pantangan yang harus dipatuhi. Larangan dan pantangan ini khususnya terkait dengan keberadaan Hutan Larangan. Hutan yang dikeramatkan tersebut berada di sekitar Kampung Adat Cikondang. Ada waktu-waktu tertentu Hutan Larangan tidak boleh dimasuki. Pun ada larangan bagi perempuan yang sedang menstruasi dan mereka yang non muslim untuk memasukinya.
Kampung Adat Cikondang memang menyimpan banyak keunikan. Tidak hanya bangunan fisiknya, tapi juga beragam adat istiadat yang tetap dirawat sebagai warisan masa lalu. Tertarik mengunjunginya? (daaruttauhiid)
sumber foto: mongabay.co.id