Nabi Musa dan Ahli Sihir
“Mereka berkata: ‘Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama. Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kamu sekalian, kemudian datanglah dengan berbaris. Dan sesungguhnya beruntunglah orang yang menang pada hari ini,’” (QS. Thaha [20]: 63-64)
Berita tentang kiprah Nabi Musa as dan Nabi Harun as semakin merebak. Dari hari ke hari semakin banyak kaum Bani Israil yang mengimani mereka. Sebagai penguasa matang dan berpengalaman, Firaun mengetahui tindakan yang harus segera ia lakukan. Ia segera mengumpulkan para pembesarnya, melakukan konsolidasi untuk memusyawarahkan tindakan.
Di antara pembesar menyampaikan bahwa Nabi Musa dan Nabi Harun sesungguhnya sedang mempraktikkan sihir. Padahal di seantero Mesir terdapat para ahli sihir yang sangat piawai. Menurutnya, mengalahkan mereka berdua tidak akan menjadi sulit, cukup dengan menghadirkan para ahli sihir piawai itu untuk diduelkan dengan mereka.
Firaun menyetujui. Ia sesegera mungkin melayangkan sayembara. Barang siapa yang mampu mengalahkan “sihir” Nabi Musa as, ia akan mendapatkan upah besar termasuk dijadikan salah satu staf (pembesar)nya. Para ahli sihir pun berdatangan, membawa semangat meraih upah yang ditawarkan. Firaun selanjutnya mengatur waktu yang tepat untuk mempertemukan mereka dengan Nabi Musa. Sebuah momen yang menurutnya tepat untuk mempermalukan Nabi Musa di hadapan kaumnya dan seluruh masyarakat Mesir.
Waktu yang ditentukan (berduel) pun tiba. Para ahli sihir berbaris. Nabi Musa as berdiri tepat di depan mereka dan menghadapinya dengan tenang. Bahkan ia meminta para ahli sihir agar mengawali pertunjukan (kemampuan) sihirnya. Menindaklanjuti tawaran tersebut, para ahli sihir segera melemparkan tongkat dan tali mereka. Seketika, tongkat dan tali merayap dan bergerak laksana ular yang akan menerkam.
Seluruh mata berdecak kagum. Tampak ketakutan hadir di benak mereka dengan adanya ular sihir yang bisa bergerak segesit itu. Selanjutnya Nabi Musa yang harus menjawab tantangan itu. Allah SWT pandu dengan perintah untuk melemparkan tongkatnya. Seketika terjadilah kondisi yang sangat dramatis. Tongkat Nabi Musa berubah menjadi ular besar yang berhadapan dengan ular para ahli sihir. Tiba-tiba, ular Nabi Musa as menyergap dan memakan ular sihir tersebut.
Para ahli sihir terkejut. Mereka baru saja menyaksikan kejadian luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka sadar performa Nabi Musa bukanlah sihir. Dalam jiwa mereka hadir eksistensi Allah Azza wa Jalla yang senantiasa didakwahkan Nabi Musa dan Nabi Harun. Atas perasaan ini, mereka tak ragu lagi untuk segera merendahkan diri dan bersujud kepada Allah Azza wa Jalla di hadapan Nabi Musa as dan menyatakan keimanannya.
Nabi Musa menyambut mereka. Lalu, beliau mendoakannya. Mereka yang merasa telah bergelimang dosa menjadi tenang atas doa Nabi Musa as. Sejak saat itu, penderitaan yang dialami Nabi Musa dan umatnya menjadi satu paket bagian penderitaan yang mereka rasakan.
Menyaksikan fenomena itu, Firaun geram. Ia memaklumatkan kalimat hukuman. Para ahli sihir akan dihukum salib di pohon kurma dan dimutilasi (dipotong kaki dan tangannya). Hukuman ini diumumkan agar tidak ada yang berani mengikuti jejak langkah mereka. Dengan penuh keikhlasan, para ahli sihir tetap memegang teguh keimanan apa pun resikonya.
Demikianlah kehidupan para ahli sihir. Mereka menghadapkan keimanannya di hadapan Allah Azza wa Jalla setelah menemukan bukti yang nyata. Mereka memegang teguh hidayah yang sudah bertahta dalam jiwa mereka sekuat tenaga sampai tiba ajal datang menjelang. Wallahu a’lam. (Ust. Edu)
sumber foto: islampos.com