Semakin Dermawan Bukti Hamba Pilihan
“Kedermawanan adalah pohon yang kokoh di surga. Tidak akan masuk surga kecuali orang yang dermawan. Bakhil adalah pohon neraka, Tidak ada orang bakhil yang bahagia, kecuali sedikit kesenangan Dunia Sementara, Tidak akan masuk neraka kecuali karena kebakhilannya.”
Dermawan ialah memberikan harta dengan senang hati dalam kondisi wajib memberi, tanpa mengharap imbalan dari yang diberi. Baik imbalan berupa pujian, balasan, kedudukan, ataupun sekadar ucapan terima kasih.
Pada dasarnya, manusia memiliki naluri untuk mencintai harta dan kehidupan duniawi. Kecintaan itu sesuatu yang wajar, tapi jika berlebihan, kecintaan itu akan membuat kikir, berbuat yang melampaui batas, hingga melupakan tugas utama kehidupan yaitu menjadi hamba-Nya yang bertakwa.
Dari ‘Imran bin Hushain RA, ia berkata: Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah menghendaki agama ini murni hanya untuk-Nya semata, maka tidaklah pantas untuk agama kalian kecuali berbuat dermawan dan akhlak yang baik. Ketahuilah, maka hiasilah agama kalian dengan kedua-duanya.” (HR. Thabrani di dalam al-Ausath)
Harta yang diperoleh selama hidup merupakan rezeki yang diberikan Allah SWT untuk bekal beribadah, digunakan untuk kepentingan kehidupan di dunia, terutama digunakan untuk mempersiapkan kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Harta yang disedekahkan atau diwakafkan akan menjadi harta abadi, bermanfaat bagi yang beramal, bahkan kepada keluarganya.
Orang yang dermawan berarti memelihara dirinya, keluarganya, hartanya untuk tetap terjaga di dunia dan di akhirat. Meyakini keuntungan tersebut, semoga kita terdorong bersikap dermawan dalam kehidupan sehari-hari. Bersikap dermawan juga pilihan bagi Hamba Allah yang yakin bahwa tidak ada balasan yang lebih baik kecuali keridaan Allah.
Puncak dari kedermawanan ialah ketenangan hati, akibat dari ketulusan dan keikhlasan dalam beramal. Orang yang memberi karenan ingin balasan dari pihak yang diberi, bukanlah dermawan, tapi disebut berdagang. Sebab ia seolah-olah membeli balasan berupa pujian, kedudukan, ucapan terima kasih dan lainnya dengan hartanya.
Ada pun kondisi yang menuntut wajib memberi, bisa disebabkan karena kewajiban sebagai perintah dari Rabb-Nya, untuk menjaga muru’ah (kehormatan diri). Kewajiban agama misalnya membayar zakat, memberi nafkah kepada keluarga, istri, anak, kedua orangtua, membayar hutang, menolong orang yang dalam kondisi darurat dan lain-lain. Maka, orang yang tidak mau membayar zakat, tidak menafkahi keluarga, dan tidak mau membayar kewajiban agama lainnya, maka ia disebut bakhil. Lalu, tidak pula disebut orang yang dermawan, jika memberi barang yang kualitasnya buruk, atau memberikan barang yang lebih baik, tapi dengan hati yang terpaksa.
“Sahabat Anas mengisahkan: “Pada suatu hari ada seseorang yang datang menemui Rasulullah saw, lalu beliau memberinya hadiah berupa kambing sebanyak satu lembah. Spontan lelaki itu berlari menemui kaumnya dan berkata kepada mereka: “Wahai kaumku, hendaknya kalian semua segera masuk Islam, karena sesungguhnya Muhammad memberi pemberian yang sangat besar, seakan ia tidak pernah takut kemiskinan” (HR. Muslim)
Orang yang dermawan dengan tulus, makin banyak sedekah dan semakin bahagia. Sebaliknya, orang yang pelit, makin keluar uang makin menderita. (Muhamad Sutrisno)