Pemimpin Itu Harus Amanah
Saudaraku, selain seorang pemimpin itu harus shiddiq (jujur), karakter lainnya yang wajib dimiliki seorang pemimpin adalah amanah. Seorang pemimpin akan dititipi berbagai macam bentuk titipan; mengurus orang-orang, mengurus wilayah, aset, dan lain sebagainya. Urusan-urusan ini bukanlah hal yang sederhana. Belum lagi pada saat praktik kepemimpinannya menemui kendala-kendala seperti gangguan atau rongrongan dari orang-orang yang berniat dan berencana tidak baik.
Amanah berarti tepercaya. Sifat amanah ini tidaklah terbangun dalam waktu yang singkat. Tidak pula terbangun hanya dari cerita orang, melainkan dari bukti-bukti yang tampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana Rasulullah saw yang dipercaya oleh kaumnya karena keluhuran akhlak beliau yang sudah dikenal sejak lama, semenjak Rasulullah masih berusia sangat muda.
Oleh karena itu, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang di dalam dirinya sudah tertanam keluhuran akhlak, salah satunya memiliki sifat amanah.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. an-Nisaa [4]: 58)
Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah. Dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad)
Seorang pemimpin yang amanah adalah pilar penting bagi kokohnya tatahanan hidup suatu kelompok, kecil maupun besar. Jika pemimpinnya sudah tidak amanah, maka banyak cara yang bisa ia lakukan untuk berbuat curang dan jahat. Hal ini jelas mendatangkan mudharat (kerugian) yang lebih besar terhadap banyak orang.
Misalnya, seorang pemimpin di sebuah daerah memegang amanah dana untuk perbaikan jalan yang rusak. Tetapi ia “memotong” dana itu untuk kesenangan dirinya sendiri, bahkan ia mencuri lagi sebagian dari dana itu untuk menyuap beberapa orang agar perbuatan curangnya tidak bocor. Akhirnya, dana yang sampai untuk perbaikan jalan jauh lebih kecil dari anggaran yang semestinya. Hasilnya, jalan pun mudah rusak kembali, menjadi berlubang, berpasir dan licin. Keadaan ini sangat merugikan dan membahayakan siapa saja yang melintasinya.
Pemimpin yang amanah akan bertanggung jawab terhadap setiap perkara sekecil apa pun. Setiap ucapan ia upayakan mengandung kebenaran dan kebaikan. Ia pun tidak meremehkan waktu walau sedetik pun, karena meski satu detik tetap berharga. Baginya telat satu detik, satu menit, satu jam, semuanya sama saja, yaitu telat!
Kepemimpinan diawali dengan amanah terhadap hal-hal kecil terlebih dahulu. Pemimpin yang baik tidak hanya sukses di tempat pekerjaannya, tapi juga harus sukses memimpin dirinya sendiri dan keluarganya. Tidak sedikit para pemimpin yang mampu mengatur sistem, kantor, atau perusahaan dengan baik, namun tidak mampu mengatur dirinya sendiri.
Tidak sedikit pemimpin yang tegas terhadap bawahannya, namun lembek pada dirinya sendiri. Menekan bawahannya untuk disiplin, namun dirinya tidak. Lalai menunaikan salat sehingga sering diakhirkan, diam-diam gemar melakukan kemaksiatan. Na’udzubillahi mindzalik!
Lawan dari sifat amanah adalah khianat, sedangkan khianat adalah ciri dari orang munafik. Allah sangat tidak suka terhadap orang munafik. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfal [8]: 27) (KH. Abdullah gymnastiar)