Haid Datang, Salat Pun Jadi Terlarang?
Rasulullah saw bersabda, “Allah tidak akan menerima salat seorang perempuan yang telah haid (telah baligh).” (HR. Bukhari Muslim)
Ummu Athiyyah berkata, “Kami diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis dan perempuan–perempuan haid pada kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin, perempuan–perempuan yang haid itu terpisah dari tempat salat.” (HR. Muttafaqun Alaih)
Isi dua hadis ini sangat menarik karena Allah Ta’ala melarang melakukan sesuatu. Padahal, sesuatu yang dilarang itu sangat baik. Secara akidah, kita harus meyakini bahwa ini adalah salah satu gambaran kasih sayang Allah kepada manusia, khususnya kaum perempuan. Namun, secara keilmuan hal ini pun harus dapat dicerna.
Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan pendarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan, kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut akhirnya membentuk siklus menstruasi. Siklus menstruasi dihitung dari hari pertama menstruasi sampai tepat satu hari sebelum menstruasi bulan berikutnya. Siklus menstruasi berkisar antara 21-40 hari, dan hanya sekitar 10-15 persen perempuan memiliki siklus 28 hari. Siklus menstruasi dibagi menjadi tiga fase yaitu, fase folikuler, fase ovulatoir, dan fase luteal.
Secara medis, proses menstruasi pada perempuan bukan sekadar membuang darah kotor, tetapi juga membuang bagian-bagian usang yang ada pada dinding rahim yang semula disiapkan untuk menyambut kehadiran calon janin. Karena siklusnya sudah lewat, keluarlah darah haid. Keluarnya darah ini berfungsi untuk membasuh atau membilas. Nah, pada saat proses radang ini, mengakibatkan terjadinya fluktuasi hormonal dalam tubuh yang terkait dengan emosi. Sekarang kita bisa membayangkan bagaimana dengan kondisi emosi yang fluktuatif, seorang perempuan diminta salat secara khusyuk. Ini dari dimensi neurosains dan hormononal.
Tahap kedua setelah proses haid adalah regenerasi. Pada proses ini tubuh menyiapkan bahan-bahan baru yang diharapkan akan mengganti sel-sel yang hilang, termasuk sel-sel otak dan sel-sel glia yang akan membangun jaringan otak yang notabene akan berkorelasi dengan sistem kecerdasan. Dengan demikian, melalaui mekanisme menstruasi dalam sebulan sekali, Allah SWT seakan memberikan kesempatan kepada seorang perempuan untuk berkonsentrasi dan mengoptimalkan fitrah dirinya. Perempuan dipersilakan untuk terlepas dari kesibukan-kesibukan ritual fisik.
Dengan demikian, setiap orang yang mengalami proses haid, akan mengalami perbaikan yang signifikan mulai dari perbaikan sel-sel tubuh (regenarasi sel) sampai peningkatan kualitas kecerdasan. Proses ini tentunya memerlukan pengorbanan (effort). Maka, hal ini sebenarnya merupakan sebuah bentuk kemudahan (rukhshah) dari Allah Ta’ala agar kaum perempuan bisa berkonsentrasi penuh dalam mengoptimalkan fitrahnya, sekaligus mempersiapkan diri untuk bereproduksi pada siklus berikutnya.
Itulah mengapa, ketika sedang haid, seorang perempuan diberi keringanan untuk tidak menunaikan salat dan saum. Sebab, dengan terjadinya peningkatan kecerdasan yang dimilikinya, rasa cintanya kepada Allah Ta’ala otomatis sudah terpupuk secara internal. Itulah mengapa, zikir dan tasbihnya seorang perempuan yang sedang haid seharusnya lebih intens daripada kaum laki-laki atau mereka yang tidak sedang haid. (Tauhid Nur Azhar)