Menuju Akhirat
Puncak kebahagiaan hidup adalah saat memberikan hati atau cinta kita untuk sesuatu. Baik itu makhluk, harta benda, popularitas, kekuasaan atau lainnya, kepada Allah, Dzat Yang Maha Kekal. Dengan cinta yang kita berikan, menjadi penuntun ke mana arah yang kita tuju.
Bila kita memberikan hati kepada makhluk, maka bersiap-siaplah kehilangan. Karena makhluk bersifat fana, suatu saat akan sirna. Bila harta, popularitas atau kekuasaan tempat hati kita bertaut, tunggulah! Suatu waktu kita akan terhinakannya. Ia membawa kita ke titik nadir, tempat di mana jiwa merasakan kegersangan yang tiada kira.
Makhluk, harta benda, popularitas hanya membawa kita menjadi para pencinta dunia. Para pencinta yang mengabdikan dirinya untuk mengejar dunia dan segala keindahannya. Para pencinta yang merasa ia telah mendapatkan kebahagiaan yang menjadi tujuan hidupnya. Namun hakikatnya, tujuan yang ia kejar adalah tujuan ke lembah kehampaan tanpa dasar.
Bagaikan Qais yang menjadi majnun (gila) karena cintanya pada Laila. Qarun yang rela mati tertimbun oleh harta, karena tak rela untuk meninggalkannya. Atau Fir’aun yang ditelan ganasnya laut merah, karena egonya terhadap popularitas dan kekuasaan.
Merekalah para pencinta dunia. Mereka yang namanya masih tergores dalam lembar sejarah sebagai orang-orang telah terpikat hatinya pada keindahan cinta dunia. Cinta pada makhluk, harta benda, popularitas atau kekuasaan.
Tidak cukupkah, para tokoh pencinta dunia itu menyadarkan kita hakikat hidup ini? Masih kurangkah tingkah polah mereka mengajarkan kita, ke mana hati ini hendaknya kita berikan? Atau kemanakah cinta harus kita sandarkan, agar tidak goyah saat kaki ini melangkah?
Jika cinta ini kita persembahkan pada Allah, Dzat Yang Maha Kekal, yang mana jiwa kita ada ditangan-Nya, maka keberuntungan menyapa dalam setiap detik kehidupan kita.
Bila setiap waktu, hanya nama-Nya yang kita sebut. Bila setiap saat, hanya Allah yang menghiasi indahnya lafaz yang tak henti menyebut nama-Nya. Yakinlah surga telah lebih dahulu hadir mengiringi hidup kita.
Saat cinta kepada makhluk, harta benda, popularitas atau kekuasaan hanya ibarat bunga mimpi yang ada, namun tidak nyata. Maka saat itulah, kita telah mendeklarasikan kebebasan yang hakiki. Kebebasan untuk menjadi hamba Allah yang sejati. Para pencinta akhirat.
Saudaraku, ingatkan diri kita akan hakikat hidup di dunia ini. Kita menjadi hamba Allah bukan hambanya dunia. Dunia adalah pelayan kita, bukan sebaliknya. (KH. Abdullah Gymnastiar)