Harta yang Menyelamatkan
Ada simbol klasik tentang seorang kaya yang sombong dan bakhil, itulah dua sifat yang menonjol dari diri seorang Qorun. Hidup pada masa Nabi Musa, Qorun menyangka hartanya akan mengekalkannya dalam kesenangan. Harta yang melimpah ruah ia gunakan dalam kesesatan, kezaliman, dan kesombongan yang akhirnya berujung dalam kenistaan
Allah SWT membenamkan harta dan rumahnya ke dalam bumi, maka tenggelamlah ia beserta segala yang dimilikinya. Tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya dan menahannya dari bencana itu, juga tidak bermanfaat harta harta kekayaan dan perbendaharaannya.
Sangat tercela orang yang menyandarkan kebahagiaan hidupnya hanya kepada harta belaka, kemudian menyangka hartalah yang menjamin dirinya dari kerendahan dan kesengsaraan.
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkalkannya.” (QS.Al-Humazah [104] : 1-3).
Harta ibarat tubuh kita. Jika terus diisi dan tidak dikeluarkan maka tubuh akan bau dan berpenyakit. Demikian juga dengan harta. Sifatnya tidak boleh diam atau harus dialirkan (anfaqo) agar harta itu menyehatkan. Kesempurnaan iman seorang hamba adalah ketika terlibat dalam mengurangi kesusahan saudaranya.
Salah satu rahasia zakat dinamakan sedekah. Sedekah atau shadaqoh diambil dari kata al-shidiq (jujur/benar) yang berarti pembenaran terhadap sikap keimanannya yang terwujud dari kesesuaian antara perkataan, perbuatan dan hatinya.
Awali setiap langkah kita dengan sedekah. Karna harta yang disedekahkan akan berdampak terhadap proses penyadaran jiwa keagamaan pemberi sedekah itu sendiri dan meningkatkan kualitas kepedulian atas keluh kesah jiwa orang yang serba kekurangan. Tidak hanya itu sedekah juga dapat menanamkan rasa cinta kepada sesama, menumbuhkan kesediaan untuk selalu terlibat dalam kebaikan, dan menjadi benteng diri dari kekikiran, gila harta, dan sikap individualistis (keserakahan).
Yang lebih dahsyat, sedekah berfungsi ijtimaiya, yakni solusi menyembuhkan berbagai penyakit sosial atau perilaku menyimpang dari syariat. Perilaku tersebut misalnya : kezaliman, pencurian, dan akibat buruk dari ketidaksabaran menanggung beban kemiskinan dan duka kekafiran.
Apabila zakat, infak, dan sedekah sudah menjadi budaya aghniya, maka penyakit saling membenci, menzalimi, dan memusuhi akan hilang. Penyakit demikian akan menjelma menjadi suasana damai harmonis, penuh kasih saying, terwujudnya insan dermawan, masyarakat berjiwa Rahman, dan tercipta negara aman penuh rida Allah SWT. Wallahu a’lam
(Oleh : Taufiq Hidayah, sumber foto : islamidia.com)