Menjadi Pribadi Kuat
Saudaraku, pernahkah terpikir mengapa ada orang tahu agama tapi sikapnya tidak sesuai dengan ilmunya? Seorang guru bersikap tidak sesuai dengan yang diajarkan? Sesungguhnya semua itu disebabkan oleh emosi yang tidak stabil. Biasanya emosi tidak stabil karena ketidakmampuan mengendalikan amarah, sedangkan penyebab seseorang marah biasanya:
- Cenderung subjektif, karena terbawa emosi akhirnya tidak sesuai fakta.
- Cenderung tidak terkendali, akibatnya tutur katanya tidak baik dan sikapnya pun jadi kurang baik.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
- Cenderung sombong, merasa diri paling benar, merasa paling tinggi sehingga tidak nyaman dengan masukan atau kritikan orang lain dan rentan marah.
- Cenderung memiliki kedudukan. Orangtua akan rentan marah pada anaknya, atasan akan rentan marah pada bawahannya, dan seorang guru akan rentan marah kepada muridnya.
- Cenderung dengki. Pendengki akan rentan marah.
- Karena lingkungan, pemarah biasanya dipengaruhi oleh lingkungan.
- Karena orang tua, pemarah biasanya juga disebabkan karena pola asuh orangtua.
- Karena tidak bisa menerima takdir.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Artinya: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, ini telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan setan.” (HR. Muslim).
Saudaraku, mari bersungguh-sungguh pada hal-hal yang bermanfaat. Contoh, bersemangat menjalankan protokol kesehatan di kala pandemi saat ini.
Jangan sampai kita menjadi pribadi yang lemah, yakni pribadi yang putus asa dan lebay. Menerima takdir, baik yang sesuai dengan keinginan atau pun yang tidak sesuai adalah salah satu tolak ukur tingkat keimanan seseorang.
Tidak menerima takdir, menyalahkan orang lain akan membuat kita cenderung menjadi pemarah, sedangkan marah tidak akan bisa mengubah keadaan.
(MQ Pagi; Jumat, 18 September 2020)