13 Kiat Meraih Berkah dalam Usaha (bagian pertama)
Keberkahan adalah harga mutlak saat meniti dunia usaha. Apa pun jenisnya, berkah atau tidak usaha tersebut, hendaknya menjadi goal yang diagungkan. Usaha yang dikerjakan, tidak hanya berputar masalah untung rugi dalam hitungan duniawi. Namun ia juga harus dibumbui oleh nilai-nilai ukhrawi, yaitu keberkahan. Karena berkah oriented adalah sebuah deklarasi seorang hamba yang mendambakan ketenangan dan ketenteraman dalam hidup.
Sebagaimana sebuah hadit yang mengatakan, ”Barang siapa yang memudahkan urusan seseorang, maka Allah SWT akan memudahkan urusannya.” Hendaknya hadis tersebut menjadi tuntunan dalam menganyam usaha yang berkah. Usaha yang mendatangkan keselamatan dan rahmat dari Allah.
Lalu mengapa harus menempatkan keberkahan dalam berusaha sebagai asas utamanya? Jawabnya karena dengan keberkahan, berbagai manfaat akan dapat kita tuai.
Di antaranya adalah hati yang tenang, nyaman dan kokoh dalam keyakinan kepada Allah. Selain itu, pertolongan Allah pun akan mudah mengalir dalam setiap aspek kehidupan. Begitu juga dengan kemudahan dalam beribadah, akan menjadi salah satu manfaat dari usaha yang berkah. Ibadah yang dikerjakan akan menjadi ringan, tanpa kesulitan yang berarti.
Manfaat yang lain, kerja yang dilakukan akan menjadi efektif dan efisien. Tidak ada yang terbuang percuma. Semuanya menjadi straight to the point, karena apa yang dilakukan senantiasa dalam tuntunan Allah SWT.
Dan yang paling penting, keselamatan dunia akhirat menjadi jaminan dan janji Allah akan setiap usaha yang dialiri oleh nilai-nilai keberkahan.
Jadi, mengapa masih meragukan pentingnya nilai keberkahan jika begitu banyak manfaat yang dapat dituai?
Karenanya, dalam tulisan ini akan disampaikan 13 kiat bagaimana meraih keberkahan dalam usaha, yaitu:
Pertama, pengetahuan dan keterampilan.
”Apabila urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan kunci dari usaha yang berkah adalah ilmu. Jadi, saat akan memilih seseorang, haruslah dilihat kredibilitasnya. Layak atau tidak ia ditempatkan dalam posisinya. Ini harus dicamkan sebaik mungkin. Sebab, banyak usaha yang bangkrut atau merugi karena menyerahkan pengelolaannya pada orang yang tidak ahli.
Kedua, niat.
Apa yang membedakan antara salat subuh dengan salat tahyatul masjid? Tentu saja pada niatnya, karena jumlah rakaat di kedua salat tersebut sama-sama dua rakaat. Begitu juga dalam melakoni dunia usaha. Jangan sampai niat dalam berusaha tereduksi hanya sekadar mencari uang atau hal-hal yang berbau materi.
Amatlah merugi! Sebab banyak orang yang amalnya lepas-lepas begitu saja karena tidak pakai niat. Hendaknya setiap usaha, dipayungi oleh niat untuk taat dan kenal kepada Allah. Yang akhirnya membawa pada semakin kuatnya keyakinan akan janji dan jaminan Allah
Ketiga, takwa.
Dalam surah at-Thalaq [65]: 2-3, Allah berfirman, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya (Allah) akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” Itulah kekuatan dari takwa, dengan menyerahkan segala urusan pada Allah, maka Allah yang akan menyelesaikan urusan tersebut. Ikhtiar yang dilakukan hendaknya dipahami sebagai bentuk usaha manusia, bukan sebuah kepastian terselesainya suatu urusan.
Keempat, kejujuran.
Rasulullah pada seribu empat ratus tahun yang lalu telah dikenal dengan panggilan al-Amin (yang dipercaya) atas kejujurannya. Ini menunjukkan keutamaan dari kejujuran dalam hidup. Begitu juga dalam dunia usaha. Jangan gadaikan hidup dengan ketidakjujuran. Orang yang tidak jujur akan ditinggalkan dan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. Dunia usaha yang dibangun atas dasar kepercayaan, akan membuat orang yang tidak juju, tertolak keberadaannya. “Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan kedustaan menimbulkan keraguan.” (HR. Tirmidzi) (Abdurrahman Yuri)
Bersambung ke bagian dua…
sumber foto: tazkiyatuna.com